Jumat, 14 Januari 2011

"Udah bosen loe Shin jadi guru?" part 1

fufufu... komentar yg saya jadikan judul di atas saya dapatkan dari seorang teman yang saya tag pertama di note ini... dirinya berkomentar tersebut ketika mengetahui saya yang mengikuti seleksi kepegawaian di salah satu institusi pemerintah.. Mendengar komentarnya, membuat saya merenungi beberapa hal yang berkaitan dengan profesi mulia yang satu ini, juga berkenaan diri saya yang punya track record panjang menjadi guru...

Kalau guru diartikan dengan mengajar saja, saya ini dari SD sudah dikasih tugas untuk mengajar adik-adik saya dari adik kandung sampai adek sepupu, sampe akhirnya teman-teman mereka pun ikut saya ajar... namun, apabila guru diartikan dengan mengajar sebagai sebuah pekerjaan yang dibayar, bisa dibilang saya sudah bekerja menjadi guru semenjak SMA, sampe kuliah juga, sampe profesi saya yang terakhir pun menjadi guru di samping pekerjaan sampingan saya yang lainnya...

Namun banyak hal yang akhirnya menjadi perenungan saya...
Guru, yang sampai-sampai ada Hymne khususnya, yang Andrea Hirata pun menulis novel Best Seller yang didekasikan untuk seorang gurunya atau Umar Bakri, sebuah lagu tentang seorang guru, memang sebuah profesi yang mulia... namun, apa guru masih se- "mulia" yang ada dalam idealisme itu semua?
Sekarang, berapa banyak sih, anak-anak yang benar-benar bercita-cita menjadi seorang guru? dan berapa banyak sih orang-orang yang memang berniat menjadi seorang guru?
sudah rahasia umum di zaman sekarang, kalau guru identik dengan sebuah pekerjaan yang bisa dibilang kelas "kedua" atau peng-identikkan profesi guru sebagai sebuah pekerjaan yang tidak berprospek, tidak menjanjikan, atau tepatnya bergaji kecil. Sebuah pekerjaan mudah yang sepertinya semua orang bisa melakukannya. Ga jarang beberapa kali orang berkomentar; "Koq cuma jadi guru sih?", "Kamu kan lulusan ini, kenapa cuma ngajar?", "Emangnya ga niat cari yang lebih baik?" dan komentar-komentar bernada serupa lainnya. Menjadi guru seakan-akan dipandang sebelah mata.

Saya jadi mem-flash back diri saya ke setahunan yang lalu, kurang lebih ketika saya lulus dari sebuah Perguruan Tinggi Negri ternama di Jakarta. Waktu itu, dengan euforia seorang fresh graduate, terbawa dengan suasana, yang saya lakukan pun kurang lebih sama dengan teman2 lainnya, bersiap-siap untuk mulai mencari kerja. pada waktu itu pun, pikiran saya dan mayoritas teman2 saya inginnya ya bekerja dalam artian kerja pergi pagi pulang sore ke sebuah kantor, apalagi dengan semangat jiwa muda yang ingin memiliki berbagai pengalaman dan melihat dunia luar... Saya sempat mendapatkan keinginan saya itu, bekerja, di sebuah kantor, sempat di dua tempat, bahkan sempat di sebuah kawasan niaga yang katanya kawasan elite. Namun ternyata saya tidak begitu nyaman dengan pekerjaan tersebut.

Dalam perjalanan saya, saya pun melewati masa-masa rehat versi saya sendiri. Saat masa rehat saya tersebut, sebut saja begitu, saya banyak mengalami banyak hal, mencari dan menemukan banyak jawaban akan pertanyaan-pertanyaan bagi diri saya. salah satunya, ya.. tentang rencana hidup ke depan yang di dalamnya termasuk pekerjaan yang akan saya lakukan. Pada masa rehat tersebut di sebuah tempat yang penuh dengan ketulus ikhlasan, saya pun menjadi guru untuk mengisi waktu luang saya. Yang saya ikut pikirkan pun, apa saya akan menjadi guru lagi sekembalinya saya dari masa rehat saya? jujur, terkadang saya pun merasa bosan menjadi guru, walaupun saya sebenarnya sangat menikmatinya. Hingga akhirnya saya bertemu dengan seorang guru dan berbicara banyak dengannya. Dari obrolan ringan kami, saya melihat darinya sebuah kebanggaan dirinya menjadi seorang guru yang membuat saya terkagum-kagum. Saya merasakan keinginan akan mendapatkan perasaan yang sama dari dirinya yang mengatakan bahwa bagaimana keberkahan dan ilmu yang didapat dengan menjadi seorang guru yang semua itu nilainya tidak dapat dibandingkan nilainya dengan uang. belum lagi, sebagai sesama perempuan, ia berkata banyak manfaatnya yang sangat besar dengan menjadi guru bagi seorang perempuan. Dan sejalannya dengan waktu saya dalam masa rehat tersebut, akhirnya saya pun memutuskan dengan yakin kalau saya akan menjadi guru, bukan guru yang biasa, tapi guru yang luar biasa.

0 komentar:

Posting Komentar