Senin, 17 Januari 2011

"Apakah Kemiskinan Selalu Identik dengan Kebodohan dan Kemalasan?"

Mungkin kalau ditanyakan hal tersebut, banyak orang akan menjawab tidak. Namun, pada kenyataannya seringkali orang-orang yang miskin dalam ukuran harta, seringkali direndahkan karena pelabelan pada diri mereka yang identik dengan kebodohan dan kemalasan. Contoh globalnya saja negara kita yang jumlah kemiskinannya sangat tinggi, seringkali bangsa kita sendiri pun meng-karakteristikan bahwa orang-orang Indonesia itu malas.Tidak jarang kita mendengar ungkapan bahwa bangsa kita bangsa yang malas, dan etos kerja nya rendah. Kalau sudah demikian, berarti benar kah kalau hal tersebut berkaitan dengan kondisi negara kita yang sebenarnya masih terjerat dengan masalah kemiskinan??
..................................................................
ehm... tapi mungkin agak berat buat gw kalo dah ngomongin sampe' ke tingkat negara dan bangsa. Awalnya gw nulis ini pun karena gw yang tiba-tiba mikir lagi tentang pertanyaan di atas yang sebenernya dah pernah gw pikir.

Awalnya gw nulis ini karena tadi akhirnya gw bisa ngajar lagi beberapa anak yang bisa dibilang bukan berasal dari golongan keluarga cukup apalagi mampu, mayoritas orang tua mereka adalah pemulung.

Entah mengapa, hari ini ketika akan memulai mengajar, rasa gugup menyergapi diri gw, padahal mengajar selalu menjadi bagian dari rutinitas gw semenjak gw masih sekolah. Dan mengajar mereka pun bukan untuk yang pertama kali, dan beberapa anak cukup akrab dengan diriku. Tapi, tadi rasa gugup itu benar-benar terasa. Mungkin karena gw sendiri agak bingung mau ngasih materi apa ke mereka.

Pada dasarnya, kegiatan belajar mengajar ini pun diadakan untuk memberikan sedikit ilmu agama dan budi pekerti. Namun, tiap kali gw berkesempatan mengajar mereka, selalu ada keinginan untuk memberikan sesuatu yang berbeda agar mereka tidak bosan, lebih bersemangat, dan mau belajar. Apalagi mereka ini cukup istimewa, awal-awal kegiatan, mereka sulit sekali membuka diri, namun bila sudah bertengkar, keluar deh tuh segala macem kata-kata tempat sampah. Ditambah, sering kan kita denger kalau anak-anak yang hidup di dalam kemisikinan jadi malas berlajar, dan di tempat ini, yang awalnya ada 20 anak, yang aktif datang tinggal 10 -15 anak, tapi apakah benar-benar karena malas?? Dan mungkin jawabannya sedikit banyak kutemukan hari ini.


Sebelum memuai materi, setelah membaca doa mau belajar, sengaja gw tanyakan mengenai perasaan mereka hari ini satu persatu. Kebetulan yang datang pada hari ini ada 10 orang anak. Dan ngga sedikit yang terlihat bingung, untuk mengungkapkan bagaimana perasaannya, hingga akhirnya gw yang menyebutkan beberapa macam perasaan untuk mereka pilih seperti senang, sedih, bosan, sebal, marah, sedih, malas.. namun, tetap saja beberapa anak terlihat kesulitan untuk memilih salah satu. Dalam hati gw berfikir, "apakah sebegitu susahnya? padahal hampir tiap saat gw mendengar ekspresi perasaan dari orang-orang sekitar gw, bermacam-macam bentuknya. Memang sih ada beberapa anak yang terlihat lebih menonjol dibandingkan lainnya dan faktor umur --beberapa anak masih usia TK-- mungkin memang membuat mereka agak susah melakukannya.

Setelah akhirnya mereka berhasil memilih kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan mereka hari ini, gw menuliskan nama mereka satu persatu di papan tulis dan menggambar wajah yang sesuai dengan perasaan mereka di samping nama mereka. Mereka terlihat antusias melihat wajah2 itu yang diumpamakan wajah mereka, terlihat agak penasaran... tapi sengaja gw melanjutkan ke materi terlebih dahulu. Setelah selesai, baru gw melanjutkan obrolan kecil mengenai perasaan mereka hari ini, ada yang senang, sedih, malas, bosan, sampai capek.

Tiap anak gw minta untuk bercerita mengenai perasaan mereka dan apa sebabnya,, setelah itu, anak yang lain gw minta untuk bertanya apa saja mengenai 'presentasi perasaan' tersebut. Beberapa anak yang menyatakan dirinya sedang senang membuat kita sama-sama tertawa. Namun, ada beberapa jawaban yang membuat gw jadi berfikir.

Seperti seorang anak yang mengatakan dirinya senang dan ketika gw tanya kenapa, dia jawab karena hari ini dimarahin Ibunya. hal ini tentunya membuat gw bingung, antara si anak yang belum mengerti tentang relasi sebuah perasaan atau memang ada sesuatu yang salah dengan si anak. Padahal, sebelumnya anak-anak yang lain yang habis dimarahi oleh orang tuanya bilang kalau diri mereka sedih atau kesal. Tapi akhirnya, aku mengambil kesimpulan bahwa anak ini masih belum bisa membedakan berbagai macam perasaan dan belum mengerti padahal anak ini berusia 9/10 tahun yang harusnya hal tersebut sudah ia kuasai.

Lalu jawaban beberapa anak yang menjawab sedang malas, capek, dan sedih karena dimarahi orang tuanya juga membuat gw mikir. Rata-rata mereka dimarahi ibunya karena ga mau disusruh-suruh atau mereka kesal dan capek karena disuruh-suruh terus. Setelah gw tanya emangnya disuruh-suruh apa dan gimana, rata-rata mereka harus mengerjakan pekerjaan rumah yang memang cukup berat untuk seusia mereka. Dari membersihkan rumah, menjaga adik, lalu bolak-balik ke warung. Seperti jawaban seorang anak; "Iya kan Kak Shinta, cape', males banget disuruh-suruh terus, diomelin juga.. pulang sekolah, disuruh jagain ade, banyak deh, kagak selese-selese." pas gw tanya ibunya emang ngapain, jawabnya; "ya kan lagi repot juga, padahal aku kan mau maen, terus mau mandi, mau ngaji ke sini."

ehmm... bingung juga.. aku tau kalo namanya jagain ade buat mereka itu, ya berarti termasuk kdang2 gendong2, ngasih makan, nungguin tidur.. padahal mereka masih berumur 9/10 tahun, sedang adeknya berumur 4/5 tahun, anak kecil gendong anak kecil?? kalau dah gini,, siapa yang malas coba?? padahal adek gw yang udah sma aja, disuruh pasang seprei kasur, lamanya minta ampun...

Denger banyak curhatan anak-anak tadi bener-bener mikir. Bagaimana mereka bisa dengan nyaman belajar, berpikir mengenai cita-cita kalau tiap hari mereka juga harus bertanggung jawab dengan berbagai urusan rumah, dan belum lagi orang tuanya yang seringkali marah-marah atau bersikap tidak pantas di depan mereka. Kalau pun mereka pada akhirnya, ketika sudah besar menjadi malas belajar, malas sekolah karena sudah pusing di rumah, apakah mereka dapat disalahkan sepenuhnya?? memang sih, seharusnya kemiskinan tidak boleh dijadikan alasan untuk menjadi malas dan menyerah. hanya saja, melihat mereka,, gw jadi tau kalo hidup mereka itu ga gampang.

Jadi inget, seorang temen yang menghina-hina sekelompok anak SMP yang sedang berkeliaran di jam sekolah. Mereka memang terlihat 'kampungan', bukan berasal dari sekolah yang bagus, dan jelas bukan dari keluarga yang berada dan hal ini turut menjadi bahan hinaan teman gw itu. Emang sih bolos itu salah, tp awalnya gw sedikit membela mereka, entah mengapa pikiran gw waktu itu; "ya.. idup mereka tuh ga semudah elo, orang tua loe ga ngomel-ngomel buat bayar sekolah loe, sedikit banyak loe dikasih fasilitas ma ortu loe, pendek dan kasarnya, di keluarga en lingkungan loe, ga pake bacot banyak buat sekedar makan". Ya tentunya, gw mencoba membela mereka dengan kata-kata yang lebih baik. Tapi, ketika temen gw berargumen seharusnya kemiskinan jangan dijadikan alasan, ehm... ya emang bener jg sih.. jadi mikir lagi deh gw..

Tapi sekarang yang pasti,, gw jadi bisa lebih bersyukur,, at least bikin gw bisa lebih memahami, banyak hal... n semoga bikin gw lebih semangat lagi buat banyak hal... like what I always tell to my self; work hard, pray hard, n play hard, semangka, eh semangat... hehehe... n yang pasti lagi, gw sangat bahagia ketika mendengar mereka satu persatu, berdoa akan cita-cita mereka... "Semoga terwujud ya adek2ku semua..."

0 komentar:

Posting Komentar