Jumat, 21 Januari 2011

Drs. H. Sujadiyono: Nikmat Seorang Pendidik

Tanyakan kepada guru, kepuasan apa yang diperoleh sebagai pendidik. Ada beragam jawaban yang bisa diperoleh. Tapi bagi Drs. H. Sujadiyono, kenikmatan yang sulit disetarakan dengan lembar-lembar rupiah bila menyaksikan terjadi perubahan pada anak didik.
Misalnya, seorang siswa baru yang semua masih diantar oleh orangtuanya, berubah menjadi mandiri. Atau, terjadi perubahan pada anak didik atas apa yang telah diajarkan kepanya. “Itu kenikamtan yang luar biasa, tidak bsa dihitung dengan materi,” tutur kepala SDN Percontohan 01 Menteng, Jakarta Pusat ini.
Memimpin sekolah yang banyak diidolakan orang tua dengan laar belakang rata-rata berpendidikan sarjana- Sujadiyono merasa dituntut untuk pandai-pandai mengelolanya. Karena itu, diperlukan upaya dan langkah konkret untuk mencapai visi dan misi yang diinginkan.
Dia menetapkan beberapa indicator untuk mencapai visi tersebut. Yakni, mengoptimalkan proses belajar mengajar, mengembangkan potensi anak, member ruang kepada orang tua dan masyarakat untuk berperan dalam proses pendidikan, di samping mengarahkan kegiatan ekstrakulikuler yang mengenangkan, dan pendidkan agama untuk anak didik.
Selain itu, kepada siswa ditanamkan budaya malu dan konsen melaksanakan aturans ekolag. Tiap pagi, guru dan anak-anak datang lebih awal, sebelum pelajaran dimulai. Mau tidak mau, sebagai kepala sekolah, dia pun melakukan hal yang sama. Setiap hari, rata-rata pukul 06.30, dia sudah tiba di sekolah. “Kalau diri kita tidak bisa, jangan ngomong dulu, “alasannya.
Pernah pada sebuah kesempatan, cerita Sudajiyono, seorang siswa yang tinggal di Bogor datang terlambat. Atas pertimbangan tempat tinggal jauh, orang tua anak minta kebijaksanaan. Tapi itu sulit dipenuhi, karena itu aturan sekolah sudah disosialisasikan lebih awal. “Nuansa itu membuat sekolah terkesan lebih prestisius.” Ujarnya.

Ketua BP3 SDN percontohan 01 Menteng, RA Titu Koesoemo MBA, mengakui terjalinnya hubungan yang harmonis antara orang tua, guru, dan siswa di sekolah ini. Dia menuturkan tiga kelompok -keluarga, sekolah, dan masyarakt- amat mendukung perkembangan anak. Ketiganya saling mempengaruhi. "Itulah dasar yang selalu ditanamkan di sekolah ini, "Tutur Tity.

Lahir dari keluarga petani yang tidak tamat pendidikan dasar, Sudajiyono semula berniat masuk SMU. Selepas SMP di kta kelahirannya, anak keempat dari lima bersaudara kelahiran Yogyakarta, 19 November 1959 ini, angsung mendaftar di salah satu SMU di kota yang sama. Tes masuk sudah diikutinya.

Tapi keputusannya kemudian berubah. Dia memilih, masuk sekolah pendidikan guru (SPG). Alasannya sederhana, "Karena ada kakak yang jadi guru."

Dengan begitu, bisa terjadi crass program. Sudajiyono tidak menyesali pilihannya. Dia mengikuti pendidikan SPG dengan senang hati hingga lulus pada 1979.

Lepas dari sekolah itu, dia berangkat ke Jakarta, meninggalkan kampung halamannya. Di kota ini banyak keluarganya yang telah menjadi guru. Tahun 1980 dia diangkat sebagai guru di SDN 09 Bendungan Hilir. Sembari mengajar, dia melanjutkan pendidikan di jurusan Bahasa Inggris IKIP Muhammadiyah Jakarta.

Tujuh tahun mengajar di sekolah ini, Sudajiyono dipindahka ke SDN Kebon Sirih 01 Menteng, sampai kemdian dimutasikan ke lebih banyak mengajar di kelas VI. "Tahun 1999 saya diangkat menjadi kepala sekolah, "uajarnya.

Sudajiyono melaksanakan pekerjaannya sebagai guru didasari oleh kesengana. Dia berkeyakinan, apa yang dilakukan dengan kesenganan akan menyenangkan hati. Tanpa didasari kesenangan, lanjutnya jangan harap ada prestasi. Sudajiyono berprinsip 'selalu menikmati apa yang menjadi pekerjaannya'. Baginya, penting mencintai pekerjaan, tidak boleh mengeluh.

Tidak sia-sia yah seorang anak dari pasangan yang juga seorang guru ini melakoni profesinya. Keyakinan itu pada akhirny melahirkan prestasi. Pada 1992, dia mendapat kesempatan belajar sains dan matematika di Penang, Malaysia. Tiga bulan dia belajar di negri jiran tersebut.

Tak cuma itu, dia pun dinyatakan sebagai guru teladan I tingkat DKI Jakarta pada tahun 1996. Tak ia sangka, predikat ini mengantarkannya berkunjung ke sejumlah negara di Asia. Bersama guru teladan I  tingkat Kotamadya, Sujadiyono memperoleh kesempatan melakukan studi banding ke Singapura, Bangkok, dan Beijing. "Itu hadiah yang luar biasa, "kenangnya.

Seperti halnya hadiah studi banding, dia juga tidak membayangkan akan memperoleh kesempatan berangkat  menuanikan ibadah haji bersama juara I tingkat DKI Jakarta yang lain. "Ini saya rasakan sebagai nikmat," ujar pria yang kini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana jurusan Penelitian Evaluasi Pendidikan di Uhamka, Jakarta

-           Republika, 8 April 2002

0 komentar:

Posting Komentar